Fenomena politik dinasti di Indonesia semakin menjadi perhatian publik dan akademisi karena dinilai mengancam prinsip demokrasi dan transparansi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politik dinasti adalah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait hubungan keluarga, biasanya ditemukan di negara demokrasi. Berbeda dengan dinasti politik yang dibentuk secara sengaja agar kekuasaan hanya dikuasai oleh satu keluarga saja, yang biasanya ditemukan di negara monarki.
Harry Jindrich Benda, seorang Indonesianis, pada tahun 1964 menyatakan bahwa Indonesia tidak akan pernah menjadi negara demokratis yang sempurna karena para elitnya masih memelihara budaya politik yang diwarisi dari tradisi politik feodal masa lalu. Kekhawatiran Benda ini semakin relevan dengan meningkatnya kekuasaan yang diwariskan berdasarkan garis keturunan, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Isu politik dinasti mulai mencuat ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dalam kasus dugaan suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013. Fenomena ini juga terlihat pada keluarga Presiden Joko Widodo, dengan Gibran Rakabuming Raka menjabat terpilih sebagai Wakil Presiden tahun 2024 serta menantunya Bobby Afif Nasution juga telah menjadi Wali Kota Medan.
Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya politik dinasti:
1. Keinginan individu atau keluarga untuk mempertahankan kekuasaan.
2. Terbentuknya kelompok terorganisir melalui kesepakatan dan solidaritas, sehingga muncul pemimpin dan pengikut dalam kelompok.
3. Kolaborasi antara penguasa dan pengusaha untuk menggabungkan kekuatan modal dengan kekuatan politik.
4. Pembagian peran antara kekuasaan politik dan kekuasaan modal, yang dapat menyebabkan terjadinya korupsi.
Menurut Zulkieflimansyah, dampak negatif politik dinasti meliputi partai yang hanya menjadi mesin politik semata, tertutupnya kesempatan bagi kader berkualitas, dan sulitnya mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih sehingga kontrol kekuasaan melemah dan rentan penyimpangan seperti korupsi dan kolusi.
Politik dinasti di Indonesia tidak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga menghambat proses regenerasi kepemimpinan yang ideal. Dengan demikian, perlu adanya kesadaran dan upaya bersama untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak hanya berputar di lingkaran elit dan keluarga, tetapi juga memberi ruang bagi kader-kader yang kompeten dan berintegritas.
Penulis:
Ririn/Persma UPI Tasikmalaya
Sania/Persma UPI Tasikmalaya
Daftar Pustaka:
https://www.mkri.id/ (2015, 10 Juli) Pengertian Politik Dinasti. Diakses pada 3 Juli 2024, dari https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11428
Yossi Nurmansyah, ST (2016) Kekuasaan Dinasti Politik. Diakses pada 3 Juli 2024, dari https://babel.bawaslu.go.id/kekuasan-dinasti-politik/
https://umj.ac.id/ (2023, 6 Oktober) Politik Dinasti Atau Dinasti Politik? Diakses pada 3 Juli 2024, dari https://umj.ac.id/opini-1/politik-dinasti-atau-dinasti-politik/
Inggra Parandaru (2023, 3 November) Politik Dinasti: Definisi, Fenomena Global, dan Ancaman Demokrasi. Diakses pada tanggal 3 Juli 2024, dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/politik-dinasti-definisi-fenomena-global-yang-mengancam-demokrasi?track_source=kompaspedia-paywall&track_medium=login-paywall&track_content=https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/politik-dinasti-definisi-fenomena-global-yang-mengancam-demokrasi
Komentar
Posting Komentar